Translate

Minggu, 17 Juni 2018

BAHAYABAHANPENGAWET


MAKALAH PRAKTIKUM PENGANTAR AGRIBISNIS 
BAHAYA BAHAN PENGAWET BUATAN BAGI TUBUH 



 



DISUSUN OLEH : 
KELOMPOK 1 
MAULI SOFI AGUSTIN      (170321100013) 
NINDA PERMATASARI     (170321100023) 
ULQIYA KARTIKA P.         (170321100025) 
M. ZAINUL IRSAD D.          (170321100035) 
M. SYAKUR AL MUJIB      (170321100047) 
MIFTAKUL JANNAH          (170321100049) 
FEBI ANUGRAINI               (170321100067) 



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS 
FAKULTAS PERTANIAN 
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA 
2017 




BAB I PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan, pewarna pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Banyaknya kasus keracunan makanan yang terjadi di masyarakat saat ini mengindikasikan adanya kesalahan yang dilakukan masyarakat ataupun makaan dalam mengolah dan mengawetkan bahan makanan yang dikonsumsi. Problematika mendasar pengolahan makanan yang dilakukan masyarakat lebih disebabkan budaya pengelohan pangan yang kurang berorientasi terhadap nilai gizi, serta keterbatasan pengetahuan sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan, Industri makanan sebagai pelaku penyedia produk makanan seringkali melakukan tindakan yang tidak terpuji dan hanya berorientasi profit oriented dalam menyediakan berbagai produk di pasar sehinngga hal itu membuka peluang terjadinya penyalahgunaan bahan dalam pengolahan bahan makanan untuk masyarakat diantaranya seperti kasusu penggunaan belpagai bahan tambahan makanan yang seharusnya tidak layak dikosumsi. Ada bahan pengawet yang legal karena menurut BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dalam kadar tertentu aman di gunakan sebagai bahan tambahan dalam makanan. Namun, jika dikosumsi dalam waktu yang lama, akumulasi bahan tersebut tetap rawan menimbulkan gangguan kesehatan.Hal ini terkait dengan media fermentasi dan asal bahannya.

1.2 Rumusan Masalah

1.   Apa formalin berpengaruh bagi tubuh ?
2.   Apa dampak negatif formalin bagi tubuh ?
3.   Bagaimana solusi mengatasi permasalahan pengawet makanan ?

1.3 Tujuan

1.   Untuk mengetahui formalin bagi tubuh.
2.   Untuk mengetahui dampak negatif bagi tubuh.
3.   Mengetahui solusi permasalahan pengawet makanan.


BAB II PEMBAHASAN

2.1 Permasalahan

Bahan tambahan Pangan Pengawet boleh digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang memproduksi pangan yang mudah rusak. Pencantuman label pada produk pangan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan. Label : Nama produk, Berat bersih atau isi bersih, Nama dan alamat pabrik yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia.
Pengawet yang diijinkan digunakan untuk pangan tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, mencakup:
Nama
Batas maksimum
Asam Benzoat
600/kg (kecap, minumanringan) 1 g/kg (acar, margarin, sari nanas, saus, makanan lainnya
Kalium Bisulfit
50mg/kg(kentang goreng), 100mg/kg(udang beku), 500 mg/kg(sari nanas)
Kalium Nitrit
50 mg/kg (keju), 500mg/kg (daging)

Bahan pengawet lainnya: Asam Propionat, Asam Sorbat, Belerang Oksida, Etil p-Hidroksida Benzoat, Kalium Benzoat, Kalium Meta Bisulfit ,Kalium Nitrat, Kalium Sorbat Kalium, sulfit Kalsium benzoat, Kalsium Propionat, Kalsium Sorbat, Natrium Benzoat, Metil-p-hidroksi Benzoat, Natrium Bisulfit Natrium Metabisulfit, Natrium Nitrat, Natrium Nitrit Natrium, Propionat Natrium, Sulfit Nisin Propil-p-hidroksi, Benzoat um Sulfit
Sehubungan dengan teka-teki yang muncul menyangkut keamanan penggunaan bahan pengawet dalam produk pangan, maka berikut disajikan kajian keamanan beberapa pengawet yang banyak digunakan oleh industri pangan



Pengaruh beberapa bahan pengawet terhadap kesehatan.
1.    Bahan Pengawet Ca-benzoat, Produk Pangan Sari buah, minuman ringan, minuman anggur manis,ikan asin. Dapat menyebabkan reaksi merugikan pada asmatis dan yang peka terhadap aspirin
2.     Sulfur dioksida(SO2). Produk pangan sari buah, cider, buah kering, kacang kering,  sirup, acar. Dapat menyebabkan pelukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi
3.     K-nitrit. Produk pangan daging kornet, daging kering, daging asin, pikel daging. Nitrit dapat mempengaruhi kemampuan sel darah untuk membawa oksigen, menyebabkan  kesulitan bernafas dan sakit kepala, anemia, radang ginjal,muntah
4.   Ca- / Na-propionat. Produk roti dan tepung.Bisa menyebabkan Migrain, kelelahan, kesulitan tidur.
5.   Na-metasulfat.Produk roti dan tepung. Menebabkan Alergi kulit
6.   Asam sorbet.Produk jeruk, keju, pikel dan salad mengakibatkan Pelukaan kulit
7.   Natamysin. Produk daging dan keju..Dapat menyebabkan mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan pelukaan kulit.
8.   K-asetat. Produk makanan asam. Bisa merusak fungsi ginjal
9.   BHA. Produk pangan daging babi segar dan    sosisnya, minyak sayur, shortening, kripik kentang,    pizza beku, instant teas. Menyebabkan penyakit hati dan    kanker.
10.  Formalin. Produk pangan tahu, mie basah. Bisa menybabkan Kanker paru-paru, Gangguan pada jantung,Gangguan pada alat pencernaan, Gangguan pada ginjal, dll.
11.  Boraks atau pijer. Produk pangan baso, mie. Bisa menggangguan pada kulit, gangguan pada otak, gangguan pada hati, dan lain-lain.
Menurut Dr. Purnamawati, SpAK, MMPaed, jika kadar zat aditif relatif kecil, tubuh manusia masih bisa mentolerir atau menetralkan. Namun jika kadar zat aditif yang masuk ke dalam tubuh terlalu besar, maka zat-zat tersebut akan mengganggu sistem kesehatan manusia.
Kalau ada makanan atau minuman yang begitu mencolok warnanya, patut dicurigai mengandung zat pewarna atau zat pengawet yang berlebihan, Pengambilan sampel dilakukan di beberapa Pasar Ramadhan di berbagai penjuru kota.  Menurut drg Dyah, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) selalu menemukan zat-zat pewarna dan pengawet berbahaya dalam sampel makanan dan minuman tertentu.Masih ditemukan ada formalin di tahu dan di ayam. Formalin digunakan untuk mengawetkan jasad, baik jasad manusia atau pun makhluk lain yang diperlukan utuh untuk kebutuhan tertentu. Formalin adalah cairan yang berbau tajam menyesakkan, merangsang hidung, tenggorokan, dan mata. Bila termakan orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, hingga akhirnya menyebabkan kematian. Selain itu, zat pewarna yang dicampur dalam makanan menyebabkan kanker dan menimbulkan keracunan pada paru-paru, tenggorokan, hidung, dan usus.Bisa menyebabkan kerusakan kromosom, Kromosom adalah bagian dari sel manusia yang berisi informasi genetika. Bila kromosomnya rusak, maka boleh jadi keturunan dari orang yang kromosomnya rusak tadi akan lahir berbeda dari manusia normal umumnya.
Bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai bahan yang tidak lazin dikonsumsi sebagai makanan, dan biasanya bukan merupakan komposisi khas makanan, dapat bernilai gizi ataupun tidak, ditambahkan ke dalam makanan dengan sengaja untuk membantu teknik pengolahan makanan baik dalam proses pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan produk makanan olahan, agar menghasilkan suatu makanan yang lebih baik atau secara nyata mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Contoh pada daging. Daging merupakan pangan bergizi tinggi, menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba.
Bahan tambahan pangan pengawet sering ditambahkan dalam olahan daging, sehingga menghentikan, menghambat, menahan, memberikan perlindungan daging dari proses pembusukan.
(Rahayu, Sutawi, & Hartatie, 2016)
Setiap hari kita menggunakan dan mengkonsumsi pangan, tapi mungkin kita tidak tahu atau tidak peduli dengan bahan yang disebut Bahan Tambahan Pangan (BTP).BTP yang paling populer adalah pewarna seperti ponceau 4R, pengawet seperti benzoat, penguat rasa seperti Mono Sodium Glutamat (MSG), pemanis buatan seperti siklamat dan sebagainya.aditif tidak hanya zat-zat yang secara sengaja ditambahkan pada saat proses pengolahan makanan berlangsung, tetapi juga termasuk zat-zat yang masuk tanpa sengaja dan bercampur dengan makanan. Masuknya zat-zat aditif ini mungkin terjadi saat pengolahan, pengemasan, atau sudah terbawa oleh bahan-bahan kimia yang dipakai
Prinsip dasarnya adalah bahan tambahan pangan (BTP) harus digunakan secara tepat sesuai peruntukannya dan dengan takaran yang tepat serta tidak melebihi batas maksimum yang dipersyaratkan.
 Makanan penting untuk pertumbuhan dan untuk mempertahankan hidup karena makanan merupakan sumber energi untuk membangun jaringan tubuh yang rusak serta memelihara pertahanan tubuh dari penyakit.Namun terkadang pangan dapat pula menjadi media penyebaran penyakit, terutama bila yang dikonsumsi itu adalah pangan rusak.  Pangan rusak merupakan sebutan untuk makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri patogen, bahan kimia atau toksis, dan cemaran fisik (seperti pecahan gelas, kotoran lalat, potongan logam dan kayu), sehingga sekalipun dikonsumsi dalam jumlah wajar bisa menimbulkan penyakit. Salah satu cara yang efektif melindungi diri dari penyakit akibat konsumsi pangan rusak adalah dengan mengenali penyebabnya dan melakukan upaya penyelamatan bahan pangan dari agen penyebab kerusakan. Makanan dinyatakan mengalami kerusakan jika telah terjadi perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki dari sifatnya. Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.Pengetahuan tersebut menuntun manusia dalam upaya memperpanjang daya simpan atau membuat lebih awet pangan dengan menurunkan kadar air pangan melalui berbagai cara antara lain pengeringan, pemberian bahan/senyawa yang dapat mengikat air bebas atau membunuh mikroba perusak. Permasalahan atau pertanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia.


BAB III PENUTUP


3.1`Kesimpulan

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.
Keracunan makanan bisa juga disebabkan oleh kondisi lingkungan yang memungkinkan mikroba untuk berkembang biak lebih cepat, seperti karena faktor fisik, kimia dan biologis.

3.2 Saran

a. Bagi produsen makanan hendaknya jangan hanya ingin mendapat keuntungan yang besar tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinyayaitu dengan menggunakan zat aditf yang tidak membahayakan bagi kesehatan.
b. Bagi Dinas kesehatan,  Pengawasan makanan dan minuman hendaknya sebelum mengeluarkan nomor registrasi mengetahui kandungan zat yang ada didalamnya terutama yang membahayakan kesehatan.
c. Bagi instansi terkait hendaknya memberikan informasi kepada khalayak luas tentang bahan kimia atau zat tambahan yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam makanan dan minuman yang mengganggu kesehatan.Mudah-mudahan informasi bahaya penggunaan zat aditif ini bisa berguna untuk Anda dalam menjaga kesehatan tubuh.Kita bisa terkena penyakit, kita juga bisa mencegahnya mulai dari sekarang.



DAFTAR PUSTAKA

Rahayu, I. D., Sutawi, & Hartatie, E. S. (2016). Aplikasi Bahan Tambahan Pangan ( Btp ) Alami Dalam Proses Pembuatan Produk Olahan Daging Di Tingkat Keluarga. Dedikasi, 13, 69–74.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar