NAMA : FEBI ANUGRAINI
NIM : 170321100067
KELAS : AGRIBISNIS-A
RESUME TENTANG AGRIBISNIS DARI 5 SUMBER
UJIAN AKHIR SEMESTER 1 APLIKASI KOMPUTER
AGRIBISNIS
Sejak
lama Indonesia dikenal sebagai Negara agraris. Indikator yang mendukung
pernyataan ini adalah, antara:
a. Indonesia berada di daerah
katulistiwa yang menyebabkan adanya tanaman pertanian sepanjang tahun.
b. Luas lahan pertanian di Indonesia
yang relatif luas, yaitu sekitar 54,76 juta ha Yang berperan besar dalam
mendukung pangan Indonesia.
c. Sumbangan sector pertanian terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) yang dinilai masih relatif tinggi, yaitu sekitar
13,4% pada tahun .2005 (walaupun berkecenderungan menurun).
d. Sektor pertanian yang mampu
menyerap banyak angkatan kerja, yaitu yaitu sekitar 42,3 juta atau 44,5% dari
jumlah angkatan kerja di Indonesia. Karena itu sektor pertanian sering dipakai
sebagai salah satu instrumen kebijakan pengurangan kemiskinan.
e. Sektor pertanian yang mampu
menyediakan pangan dan bahkan pernah berswasembada beras pada tahun 1984.
f. Sektor pertanian yang mampu
menyediakan keragaman menu pangan, dan karena sektor ini mempengaruhi konsumsi
pangan dan gizi masyarakat.
g. Sektor pertanian ternyata mampu
mendukung sektor industri, baik di hulu (proses produksi) maupun di hilir
(pasca produksi).
h. Sumbangan nilai ekspor produk
pertanian (termasuk perikanan dan kehutanan) yang relatif besar sehingga mampu
menyumbang negara. Ekspor produk pertanian sekitar US$ 3,4 milyar pada tahun
2006.
i. Keterkaitan sektor pertanian dengan
sektor lain menyebabkan mampunya sektor pertanian mendorong munculnya industri
baru, kesempatan kerja baru dan sumber pendapatan yang baru pula
Agribisnis
lazimnya didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan mulai proses produksi,
panen, pasca panen, pemasaran dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan
kegiatan pertanian tersebut (Soekartawi, 2003). Menurut (Sinuhaji,
2011), Sifat-sifat dari suatu usaha tani sebagai suatu bisnis
(farm business) atau agribisnis dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1)
Ada
Input dan ada output
2)
Ada
ongkos dan penerimaan (return)
Kebutuhan untuk pengembangan
agribisnis sebenarnya sudah sangat jelas dan tepat seperti digambarkan oleh
MONSHER (1996) yaitu dengan 5 faktor pokok dan 5 faktor pelancar yang penting
diuraikan bagaimana penerapannya dan apa kebijaksanaan-kebijaksanaan diperlukan
untuk pengadaan faktor-faktor pokok dan pelancar. Faktor -faktor pokok atau
essential adalah faktor-faktor yang mutlak harus ada, yaitu: (1) Pasar untuk
hasil-hasil produksi. (2) Teknologi yang senantiasa berubah. (3) Ketersediaan
bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal. (4) Insentip produksi untuk petani
atau pengusaha. (5) Transportasi.
Apabila unit-unit
agribisnis berdiri sendiri-sendiri menghadapi pasar dan memperjuangkan
kebutuhan-kebutuhan lainnya (faktor pokok dan pelancar) maka mereka berdiri
dalam posisi lemah, misalnya dalam menghadapi pasar, mereka sangat tergantung
pada pembeli hasil komoditi, dimana harga umumnya ditentukan pembeli karena
berada dalam posisi monopoli atau oligopoli dan dalam pembelian input-input
produksi seperti bibit, pupuk, bibit ternak, mereka juga sangat tergantung pada
penjualan yang umumnya juga berada dalam posisi yang lebih kuat (Sinuhaji, 2011).
Karena
peran ICT juga merambah pada kegiatan pertanian, maka muncullah istilah
e-Agriculture dan e-Agribusiness. Jadi e- Agriculture dan e-Agribusiness pada
dasarnya adalah pemanfaatan ICT dalam bidang pertanian atau bisnis di bidang
pertanian. Dengan kata lain e- Agribusiness adalah e-business di bidang
pertanian. (Soekartawi,
2009). Keunggulan e- Agribusiness, antara lain adalah karena
pertimbangan sebagai berikut:
• Mengurangi biaya.
• Menghemat waktu.
• Mengintegrasikan
supply chain secara lebih mudah dan singkat.
• Menjadi ajang promosi
yang ‘mendunia’ dengan biaya yang murah
• Merupakan
diversifikasi pembentukan keuntungan perusahaan.
• Memperpendek waktu
product cycle.
• Meningkatkan customer
loyality.
Dalam
pendekatan agribisnis sasarannya bukanlah meningkatnya produksi pertanian
melainkan lebih menekankan pada meningkatnya kesejahteraan petani dan tangguhnya
sektor pertanian secara keseluruhan. Untuk
mempercepat tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis sekaligus mengurangi
kemiskinan dan pengangguran di perdesaan, pemerintah meluncurkan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Salah satu kegiatan
dari PNPM-M di Kementrian Pertanian dilakukan melalui kegiatan Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Anita
& Salawati, 2011).
Di
Kabupaten Barito Kuala, dana BLM-PUAP tahun anggaran 2008 dikelola oleh
Gapoktan. Bantuan ini umumnya digunakan untuk tambahan modal usahatani anggota
dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan. Selanjutnya, penyaluran bantuan
kepada anggota dilakukan dengan cara bergilir dikarenakan dana yang terbatas
sesuai dengan kesepakatan bersama, demikian pula untuk pengembalian dana,
sehingga ada gapoktan yang telah membentuk LKM-A (Lembaga Keuangan
Mikro-Agribisnis) yang menjalankan simpan pinjam dengan pembukuan manual dan
sistem administrasi yang sederhana. (Anita
& Salawati, 2011).
Adanya
keterkaitan antara usahatani dalam arti sempit dan usahaternak ini membuat
kedua kegiatan tersebut dapat saling bersinergi sehingga dapat mengoptimalkan
usaha agribisnis secara keseluruhan dalam suatu sistem integrasi tanaman-ternak
yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani. Para peneliti
Badan Litbang Pertanian melihat bahwa sistem usahatani yang terpadu antara
usahatani tanaman dan ternak dapat dijadikan model untuk meningkatkan efisiensi
usahatani sehingga menghasilkan produk yang lebih berdaya saing yang kemudian
dapat meningkatkan pendapatan petani (Diwyanto
& Handriwirawan, 1970).
Sistem
usahatani terpadu yang didasarkan penelitian dan pengkajian mulai diperkenalkan
sekitar tahun 1970-an oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor.
Penelitian yang diberi nama “on station multiple cropping” ini mengacu pada
pola International Rice Research Institute (IRRI) (MANWAN, 1989). Sejak saat
itu inovasi tentang konsep pertanian terpadu terus dikembangkan oleh para
peneliti untuk mencari sistem yang lebih baik. Beberapa istilah yang telah
diperkenalkan adalah “pola tanam” (cropping pattern), “pola usahatani”
(cropping system), “system usahatani” (farming system) dan terakhir adalah
“sistem tanaman-ternak” terjemahan dari Crop Livestock System (Diwyanto
& Handriwirawan, 1970).
Menurut
(Kurniawan,
Darmawan, & Astiti, 2013), Kegiatan dalam sektor agribisnis
meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan
hasil serta pemasaran yang termasuk di dalamnya peternakan ayam. Telur ayam
merupakan suatu komoditas yang banyak dikonsumsi karena kaya akan nutirisi dan
harganya relatif murah serta sangat mudah diperoleh di kios-kios. Harga yang
terjangkau menjadikan produk ayam petelur atau unggas pada umumnya memiliki
peluang yang baik di pasaran, karena sudah merupakan barang publik yang mudah
didapat dan sudah dikenal oleh masyarakat di Bali, sehingga keadaan ini sangat
baik untuk dimanfaatkan oleh peternak ayam petelur untuk lebih memberdayakan
peternak ayam petelur di pedesaan agar lebih optimal.
Perkembangan
ternak ayam petelur di Provinsi Bali tersebar di seluruh Kabupaten dan kota di
Bali dengan populasi terbesar berada di Kabupaten Tabanan (51,79%), selanjutnya
berada di Kabupaten Karangasem (23,62%), Kabupaten Badung (2,87%), Kabupaten
Buleleng (0,66%), Kabupaten Gianyar (0,64%), Kabupaten Jembrana (0,38%), dan
populasi terkecil berada di Kota Denpasar (0,04%). Kabupaten Tabanan merupakan
salah satu sentra penghasil telur ayam terbesar di Provinsi Bali, karena
memiliki kondisi lingkungan yang memadai untuk usaha peternakan ayam petelur (Kurniawan
et al., 2013).
Di
waktu yang akan datang, berbagai varian sistem integrasi tanaman-ternak dapat
dibentuk sesuai kondisi setempat dengan berbagai komponen teknologi yang dapat
diintroduksikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan, yang ramah
lingkungan, secara social diterima masyarakat, secara ekonomi layak dan
diterima secara politis. Langkah ini diharapkan akan mampu meningkatkan produksi,
populasi, produktivitas dan daya saing produk peternakan, terutama daging (Diwyanto
& Handriwirawan, 1970).
DAFTAR
PUSTAKA
Anita, A. S., & Salawati, U. (2011). Analisis Pendapatan Penerima
Bantuan Langsung Masyarakat-Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan ( BLM-PUAP
) di Kabupaten Barito Kuala. Agribisnis Perdesaan, 1(4), 285–303.
Diwyanto, K., & Handriwirawan, E. (1970). PERAN LITBANG
DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS POLA INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. In Seminar
Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (pp. 63–80).
Kurniawan, M. F. T., Darmawan, D. W. I. P., & Astiti, N.
W. S. R. I. (2013). Strategi Pengembangan Agribisnis Peternakan Ayam Petelur di
Kabupaten Tabanan. Manajemen Agribisnis, 1(2), 53–66.
Sinuhaji, M. (2011). BEBERAPA ALTERNATIF PEMBANGUNAN SISTEM
AGRIBISNIS DI PEDESAAN. Geografi, 3(2), 1–10.
Soekartawi. (2009). e-AGRIBISNIS : TEORI DAN APLIKASINYA. In Seminar
Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (pp. 19–25).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar