Translate

Selasa, 02 Januari 2018

UAS APLIKASI KOMPUTER


NAMA : FEBI ANUGRAINI
NIM     : 170321100067
KELAS : AGRIBISNIS-A


RESUME TENTANG AGRIBISNIS DARI 5 SUMBER
UJIAN AKHIR SEMESTER 1 APLIKASI KOMPUTER



AGRIBISNIS
Sejak lama Indonesia dikenal sebagai Negara agraris. Indikator yang mendukung pernyataan ini adalah, antara:
a. Indonesia berada di daerah katulistiwa yang menyebabkan adanya tanaman pertanian sepanjang tahun.
b. Luas lahan pertanian di Indonesia yang relatif luas, yaitu sekitar 54,76 juta ha Yang berperan besar dalam mendukung pangan Indonesia.
c. Sumbangan sector pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang dinilai masih relatif tinggi, yaitu sekitar 13,4% pada tahun .2005 (walaupun berkecenderungan menurun).
d. Sektor pertanian yang mampu menyerap banyak angkatan kerja, yaitu yaitu sekitar 42,3 juta atau 44,5% dari jumlah angkatan kerja di Indonesia. Karena itu sektor pertanian sering dipakai sebagai salah satu instrumen kebijakan pengurangan kemiskinan.
e. Sektor pertanian yang mampu menyediakan pangan dan bahkan pernah berswasembada beras pada tahun 1984.
f. Sektor pertanian yang mampu menyediakan keragaman menu pangan, dan karena sektor ini mempengaruhi konsumsi pangan dan gizi masyarakat.
g. Sektor pertanian ternyata mampu mendukung sektor industri, baik di hulu (proses produksi) maupun di hilir (pasca produksi).
h. Sumbangan nilai ekspor produk pertanian (termasuk perikanan dan kehutanan) yang relatif besar sehingga mampu menyumbang negara. Ekspor produk pertanian sekitar US$ 3,4 milyar pada tahun 2006.
i. Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lain menyebabkan mampunya sektor pertanian mendorong munculnya industri baru, kesempatan kerja baru dan sumber pendapatan yang baru pula
Agribisnis lazimnya didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan mulai proses produksi, panen, pasca panen, pemasaran dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pertanian tersebut (Soekartawi, 2003). Menurut (Sinuhaji, 2011), Sifat-sifat dari suatu usaha tani sebagai suatu bisnis (farm business) atau agribisnis dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1)       Ada Input dan ada output
2)       Ada ongkos dan penerimaan (return)
Kebutuhan untuk pengembangan agribisnis sebenarnya sudah sangat jelas dan tepat seperti digambarkan oleh MONSHER (1996) yaitu dengan 5 faktor pokok dan 5 faktor pelancar yang penting diuraikan bagaimana penerapannya dan apa kebijaksanaan-kebijaksanaan diperlukan untuk pengadaan faktor-faktor pokok dan pelancar. Faktor -faktor pokok atau essential adalah faktor-faktor yang mutlak harus ada, yaitu: (1) Pasar untuk hasil-hasil produksi. (2) Teknologi yang senantiasa berubah. (3) Ketersediaan bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal. (4) Insentip produksi untuk petani atau pengusaha. (5) Transportasi.
Apabila unit-unit agribisnis berdiri sendiri-sendiri menghadapi pasar dan memperjuangkan kebutuhan-kebutuhan lainnya (faktor pokok dan pelancar) maka mereka berdiri dalam posisi lemah, misalnya dalam menghadapi pasar, mereka sangat tergantung pada pembeli hasil komoditi, dimana harga umumnya ditentukan pembeli karena berada dalam posisi monopoli atau oligopoli dan dalam pembelian input-input produksi seperti bibit, pupuk, bibit ternak, mereka juga sangat tergantung pada penjualan yang umumnya juga berada dalam posisi yang lebih kuat (Sinuhaji, 2011).
Karena peran ICT juga merambah pada kegiatan pertanian, maka muncullah istilah e-Agriculture dan e-Agribusiness. Jadi e- Agriculture dan e-Agribusiness pada dasarnya adalah pemanfaatan ICT dalam bidang pertanian atau bisnis di bidang pertanian. Dengan kata lain e- Agribusiness adalah e-business di bidang pertanian. (Soekartawi, 2009). Keunggulan e- Agribusiness, antara lain adalah karena pertimbangan sebagai berikut:
• Mengurangi biaya.
• Menghemat waktu.
• Mengintegrasikan supply chain secara lebih mudah dan singkat.
• Menjadi ajang promosi yang ‘mendunia’ dengan biaya yang murah
• Merupakan diversifikasi pembentukan keuntungan perusahaan.
• Memperpendek waktu product cycle.
• Meningkatkan customer loyality.
Dalam pendekatan agribisnis sasarannya bukanlah meningkatnya produksi pertanian melainkan lebih menekankan pada meningkatnya kesejahteraan petani dan tangguhnya sektor pertanian secara keseluruhan. Untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis sekaligus mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Salah satu kegiatan dari PNPM-M di Kementrian Pertanian dilakukan melalui kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Anita & Salawati, 2011).
Di Kabupaten Barito Kuala, dana BLM-PUAP tahun anggaran 2008 dikelola oleh Gapoktan. Bantuan ini umumnya digunakan untuk tambahan modal usahatani anggota dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan. Selanjutnya, penyaluran bantuan kepada anggota dilakukan dengan cara bergilir dikarenakan dana yang terbatas sesuai dengan kesepakatan bersama, demikian pula untuk pengembalian dana, sehingga ada gapoktan yang telah membentuk LKM-A (Lembaga Keuangan Mikro-Agribisnis) yang menjalankan simpan pinjam dengan pembukuan manual dan sistem administrasi yang sederhana. (Anita & Salawati, 2011).
Adanya keterkaitan antara usahatani dalam arti sempit dan usahaternak ini membuat kedua kegiatan tersebut dapat saling bersinergi sehingga dapat mengoptimalkan usaha agribisnis secara keseluruhan dalam suatu sistem integrasi tanaman-ternak yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani. Para peneliti Badan Litbang Pertanian melihat bahwa sistem usahatani yang terpadu antara usahatani tanaman dan ternak dapat dijadikan model untuk meningkatkan efisiensi usahatani sehingga menghasilkan produk yang lebih berdaya saing yang kemudian dapat meningkatkan pendapatan petani (Diwyanto & Handriwirawan, 1970).
Sistem usahatani terpadu yang didasarkan penelitian dan pengkajian mulai diperkenalkan sekitar tahun 1970-an oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor. Penelitian yang diberi nama “on station multiple cropping” ini mengacu pada pola International Rice Research Institute (IRRI) (MANWAN, 1989). Sejak saat itu inovasi tentang konsep pertanian terpadu terus dikembangkan oleh para peneliti untuk mencari sistem yang lebih baik. Beberapa istilah yang telah diperkenalkan adalah “pola tanam” (cropping pattern), “pola usahatani” (cropping system), “system usahatani” (farming system) dan terakhir adalah “sistem tanaman-ternak” terjemahan dari Crop Livestock System (Diwyanto & Handriwirawan, 1970).
Menurut (Kurniawan, Darmawan, & Astiti, 2013), Kegiatan dalam sektor agribisnis meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil serta pemasaran yang termasuk di dalamnya peternakan ayam. Telur ayam merupakan suatu komoditas yang banyak dikonsumsi karena kaya akan nutirisi dan harganya relatif murah serta sangat mudah diperoleh di kios-kios. Harga yang terjangkau menjadikan produk ayam petelur atau unggas pada umumnya memiliki peluang yang baik di pasaran, karena sudah merupakan barang publik yang mudah didapat dan sudah dikenal oleh masyarakat di Bali, sehingga keadaan ini sangat baik untuk dimanfaatkan oleh peternak ayam petelur untuk lebih memberdayakan peternak ayam petelur di pedesaan agar lebih optimal.
Perkembangan ternak ayam petelur di Provinsi Bali tersebar di seluruh Kabupaten dan kota di Bali dengan populasi terbesar berada di Kabupaten Tabanan (51,79%), selanjutnya berada di Kabupaten Karangasem (23,62%), Kabupaten Badung (2,87%), Kabupaten Buleleng (0,66%), Kabupaten Gianyar (0,64%), Kabupaten Jembrana (0,38%), dan populasi terkecil berada di Kota Denpasar (0,04%). Kabupaten Tabanan merupakan salah satu sentra penghasil telur ayam terbesar di Provinsi Bali, karena memiliki kondisi lingkungan yang memadai untuk usaha peternakan ayam petelur (Kurniawan et al., 2013).
Di waktu yang akan datang, berbagai varian sistem integrasi tanaman-ternak dapat dibentuk sesuai kondisi setempat dengan berbagai komponen teknologi yang dapat diintroduksikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan, yang ramah lingkungan, secara social diterima masyarakat, secara ekonomi layak dan diterima secara politis. Langkah ini diharapkan akan mampu meningkatkan produksi, populasi, produktivitas dan daya saing produk peternakan, terutama daging (Diwyanto & Handriwirawan, 1970).



DAFTAR PUSTAKA

Anita, A. S., & Salawati, U. (2011). Analisis Pendapatan Penerima Bantuan Langsung Masyarakat-Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan ( BLM-PUAP ) di Kabupaten Barito Kuala. Agribisnis Perdesaan, 1(4), 285–303.
Diwyanto, K., & Handriwirawan, E. (1970). PERAN LITBANG DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS POLA INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. In Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (pp. 63–80).
Kurniawan, M. F. T., Darmawan, D. W. I. P., & Astiti, N. W. S. R. I. (2013). Strategi Pengembangan Agribisnis Peternakan Ayam Petelur di Kabupaten Tabanan. Manajemen Agribisnis, 1(2), 53–66.
Sinuhaji, M. (2011). BEBERAPA ALTERNATIF PEMBANGUNAN SISTEM AGRIBISNIS DI PEDESAAN. Geografi, 3(2), 1–10.
Soekartawi. (2009). e-AGRIBISNIS : TEORI DAN APLIKASINYA. In Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (pp. 19–25).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar