Translate

Jumat, 05 Januari 2018

Hi Guys....
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Ini nih ada video pertanian karyaku
kalian bisa lihat, like, and subscribe for my video


Thank you very much :)
Wassalamu'alaikum Wr.Wb. 


Selasa, 02 Januari 2018


LANGKAH-LANGKAH MENGGUNAKAN APLIKASI MENDELEY

1. Buka aplikasi Mendeley yang sudah kamu install dan terdaftar akun pemilik Mendeley. Jika belum terdaftar, maka daftar dahulu dengan klik “Register” pada awal tampilan.

 

2. Buatlah folder baru untuk pengerjaan setiap tugas.

 




3. Klik add -> add folder atau file -> pilih sumber mana yang akan dipakai acuan.

4. Setelah file-file terpilih, maka selanjutnya lengkapi data-data sumber yang dibutuhkan sesuai dengan file yang kita masukkan yang berada di sebelah kanan. 

 

5. Aktifkan MS. Word untuk menghubungkan aplikasi Mendeley dengan MS. Word. Caranya klik Tool -> install MS Word plugin -> OK.

 
 

6. Buka MS. Word dan kutip bagian mana yang ingin dijadikan pembahasan. Setelah itu klik References -> Insert Citation -> isi kata yang merupakan judul sumber yang dikutip (beberapa kata saja sudah muncul) -> OK.

 
 

7. Untuk penulisan bibliografi atau daftar pustaka langsung klik References -> Insert Bibliography -> daftar pustaka akan muncul dan berurutan secara otomatis.

 








UAS APLIKASI KOMPUTER


NAMA : FEBI ANUGRAINI
NIM     : 170321100067
KELAS : AGRIBISNIS-A


RESUME TENTANG AGRIBISNIS DARI 5 SUMBER
UJIAN AKHIR SEMESTER 1 APLIKASI KOMPUTER



AGRIBISNIS
Sejak lama Indonesia dikenal sebagai Negara agraris. Indikator yang mendukung pernyataan ini adalah, antara:
a. Indonesia berada di daerah katulistiwa yang menyebabkan adanya tanaman pertanian sepanjang tahun.
b. Luas lahan pertanian di Indonesia yang relatif luas, yaitu sekitar 54,76 juta ha Yang berperan besar dalam mendukung pangan Indonesia.
c. Sumbangan sector pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang dinilai masih relatif tinggi, yaitu sekitar 13,4% pada tahun .2005 (walaupun berkecenderungan menurun).
d. Sektor pertanian yang mampu menyerap banyak angkatan kerja, yaitu yaitu sekitar 42,3 juta atau 44,5% dari jumlah angkatan kerja di Indonesia. Karena itu sektor pertanian sering dipakai sebagai salah satu instrumen kebijakan pengurangan kemiskinan.
e. Sektor pertanian yang mampu menyediakan pangan dan bahkan pernah berswasembada beras pada tahun 1984.
f. Sektor pertanian yang mampu menyediakan keragaman menu pangan, dan karena sektor ini mempengaruhi konsumsi pangan dan gizi masyarakat.
g. Sektor pertanian ternyata mampu mendukung sektor industri, baik di hulu (proses produksi) maupun di hilir (pasca produksi).
h. Sumbangan nilai ekspor produk pertanian (termasuk perikanan dan kehutanan) yang relatif besar sehingga mampu menyumbang negara. Ekspor produk pertanian sekitar US$ 3,4 milyar pada tahun 2006.
i. Keterkaitan sektor pertanian dengan sektor lain menyebabkan mampunya sektor pertanian mendorong munculnya industri baru, kesempatan kerja baru dan sumber pendapatan yang baru pula
Agribisnis lazimnya didefinisikan sebagai suatu rangkaian kegiatan mulai proses produksi, panen, pasca panen, pemasaran dan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan pertanian tersebut (Soekartawi, 2003). Menurut (Sinuhaji, 2011), Sifat-sifat dari suatu usaha tani sebagai suatu bisnis (farm business) atau agribisnis dapat dilihat dari hal-hal berikut:
1)       Ada Input dan ada output
2)       Ada ongkos dan penerimaan (return)
Kebutuhan untuk pengembangan agribisnis sebenarnya sudah sangat jelas dan tepat seperti digambarkan oleh MONSHER (1996) yaitu dengan 5 faktor pokok dan 5 faktor pelancar yang penting diuraikan bagaimana penerapannya dan apa kebijaksanaan-kebijaksanaan diperlukan untuk pengadaan faktor-faktor pokok dan pelancar. Faktor -faktor pokok atau essential adalah faktor-faktor yang mutlak harus ada, yaitu: (1) Pasar untuk hasil-hasil produksi. (2) Teknologi yang senantiasa berubah. (3) Ketersediaan bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal. (4) Insentip produksi untuk petani atau pengusaha. (5) Transportasi.
Apabila unit-unit agribisnis berdiri sendiri-sendiri menghadapi pasar dan memperjuangkan kebutuhan-kebutuhan lainnya (faktor pokok dan pelancar) maka mereka berdiri dalam posisi lemah, misalnya dalam menghadapi pasar, mereka sangat tergantung pada pembeli hasil komoditi, dimana harga umumnya ditentukan pembeli karena berada dalam posisi monopoli atau oligopoli dan dalam pembelian input-input produksi seperti bibit, pupuk, bibit ternak, mereka juga sangat tergantung pada penjualan yang umumnya juga berada dalam posisi yang lebih kuat (Sinuhaji, 2011).
Karena peran ICT juga merambah pada kegiatan pertanian, maka muncullah istilah e-Agriculture dan e-Agribusiness. Jadi e- Agriculture dan e-Agribusiness pada dasarnya adalah pemanfaatan ICT dalam bidang pertanian atau bisnis di bidang pertanian. Dengan kata lain e- Agribusiness adalah e-business di bidang pertanian. (Soekartawi, 2009). Keunggulan e- Agribusiness, antara lain adalah karena pertimbangan sebagai berikut:
• Mengurangi biaya.
• Menghemat waktu.
• Mengintegrasikan supply chain secara lebih mudah dan singkat.
• Menjadi ajang promosi yang ‘mendunia’ dengan biaya yang murah
• Merupakan diversifikasi pembentukan keuntungan perusahaan.
• Memperpendek waktu product cycle.
• Meningkatkan customer loyality.
Dalam pendekatan agribisnis sasarannya bukanlah meningkatnya produksi pertanian melainkan lebih menekankan pada meningkatnya kesejahteraan petani dan tangguhnya sektor pertanian secara keseluruhan. Untuk mempercepat tumbuh dan berkembangnya usaha agribisnis sekaligus mengurangi kemiskinan dan pengangguran di perdesaan, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Salah satu kegiatan dari PNPM-M di Kementrian Pertanian dilakukan melalui kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) (Anita & Salawati, 2011).
Di Kabupaten Barito Kuala, dana BLM-PUAP tahun anggaran 2008 dikelola oleh Gapoktan. Bantuan ini umumnya digunakan untuk tambahan modal usahatani anggota dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan. Selanjutnya, penyaluran bantuan kepada anggota dilakukan dengan cara bergilir dikarenakan dana yang terbatas sesuai dengan kesepakatan bersama, demikian pula untuk pengembalian dana, sehingga ada gapoktan yang telah membentuk LKM-A (Lembaga Keuangan Mikro-Agribisnis) yang menjalankan simpan pinjam dengan pembukuan manual dan sistem administrasi yang sederhana. (Anita & Salawati, 2011).
Adanya keterkaitan antara usahatani dalam arti sempit dan usahaternak ini membuat kedua kegiatan tersebut dapat saling bersinergi sehingga dapat mengoptimalkan usaha agribisnis secara keseluruhan dalam suatu sistem integrasi tanaman-ternak yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para petani. Para peneliti Badan Litbang Pertanian melihat bahwa sistem usahatani yang terpadu antara usahatani tanaman dan ternak dapat dijadikan model untuk meningkatkan efisiensi usahatani sehingga menghasilkan produk yang lebih berdaya saing yang kemudian dapat meningkatkan pendapatan petani (Diwyanto & Handriwirawan, 1970).
Sistem usahatani terpadu yang didasarkan penelitian dan pengkajian mulai diperkenalkan sekitar tahun 1970-an oleh Lembaga Pusat Penelitian Pertanian (LP3) di Bogor. Penelitian yang diberi nama “on station multiple cropping” ini mengacu pada pola International Rice Research Institute (IRRI) (MANWAN, 1989). Sejak saat itu inovasi tentang konsep pertanian terpadu terus dikembangkan oleh para peneliti untuk mencari sistem yang lebih baik. Beberapa istilah yang telah diperkenalkan adalah “pola tanam” (cropping pattern), “pola usahatani” (cropping system), “system usahatani” (farming system) dan terakhir adalah “sistem tanaman-ternak” terjemahan dari Crop Livestock System (Diwyanto & Handriwirawan, 1970).
Menurut (Kurniawan, Darmawan, & Astiti, 2013), Kegiatan dalam sektor agribisnis meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil serta pemasaran yang termasuk di dalamnya peternakan ayam. Telur ayam merupakan suatu komoditas yang banyak dikonsumsi karena kaya akan nutirisi dan harganya relatif murah serta sangat mudah diperoleh di kios-kios. Harga yang terjangkau menjadikan produk ayam petelur atau unggas pada umumnya memiliki peluang yang baik di pasaran, karena sudah merupakan barang publik yang mudah didapat dan sudah dikenal oleh masyarakat di Bali, sehingga keadaan ini sangat baik untuk dimanfaatkan oleh peternak ayam petelur untuk lebih memberdayakan peternak ayam petelur di pedesaan agar lebih optimal.
Perkembangan ternak ayam petelur di Provinsi Bali tersebar di seluruh Kabupaten dan kota di Bali dengan populasi terbesar berada di Kabupaten Tabanan (51,79%), selanjutnya berada di Kabupaten Karangasem (23,62%), Kabupaten Badung (2,87%), Kabupaten Buleleng (0,66%), Kabupaten Gianyar (0,64%), Kabupaten Jembrana (0,38%), dan populasi terkecil berada di Kota Denpasar (0,04%). Kabupaten Tabanan merupakan salah satu sentra penghasil telur ayam terbesar di Provinsi Bali, karena memiliki kondisi lingkungan yang memadai untuk usaha peternakan ayam petelur (Kurniawan et al., 2013).
Di waktu yang akan datang, berbagai varian sistem integrasi tanaman-ternak dapat dibentuk sesuai kondisi setempat dengan berbagai komponen teknologi yang dapat diintroduksikan dengan mempertimbangkan aspek-aspek keberlanjutan, yang ramah lingkungan, secara social diterima masyarakat, secara ekonomi layak dan diterima secara politis. Langkah ini diharapkan akan mampu meningkatkan produksi, populasi, produktivitas dan daya saing produk peternakan, terutama daging (Diwyanto & Handriwirawan, 1970).



DAFTAR PUSTAKA

Anita, A. S., & Salawati, U. (2011). Analisis Pendapatan Penerima Bantuan Langsung Masyarakat-Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan ( BLM-PUAP ) di Kabupaten Barito Kuala. Agribisnis Perdesaan, 1(4), 285–303.
Diwyanto, K., & Handriwirawan, E. (1970). PERAN LITBANG DALAM MENDUKUNG USAHA AGRIBISNIS POLA INTEGRASI TANAMAN-TERNAK. In Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman-Ternak (pp. 63–80).
Kurniawan, M. F. T., Darmawan, D. W. I. P., & Astiti, N. W. S. R. I. (2013). Strategi Pengembangan Agribisnis Peternakan Ayam Petelur di Kabupaten Tabanan. Manajemen Agribisnis, 1(2), 53–66.
Sinuhaji, M. (2011). BEBERAPA ALTERNATIF PEMBANGUNAN SISTEM AGRIBISNIS DI PEDESAAN. Geografi, 3(2), 1–10.
Soekartawi. (2009). e-AGRIBISNIS : TEORI DAN APLIKASINYA. In Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (pp. 19–25).

Budidaya Jamur Tiram




TUGAS AKHIR PENGANTAR AGRIBISNIS
HOME INDUSTRY BUDIDAYA JAMUR TIRAM
DUSUN TIKUNGAN DESA GUDO KECAMATAN GUDO
KABUPATEN JOMBANG





Disusun oleh:
FEBI ANUGRAINI
(170321100067)



PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2017

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

            Negara Indonesia mendapat julukan sebagai negara agraris karena sektor pertaniannya yang mendominasi dan mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani. Dalam pertanian terdapat suatu kegiatan usaha yang bersifat komersil dimulai dari subsistem hulu sampai hilir dan didukung oleh subsistem penunjang yang disebut agribisnis. Dalam pendekatan agribisnis sasarannya bukanlah meningkatnya produksi pertanian melainkan lebih menekankan pada meningkatnya kesejahteraan petani dan tangguhnya sektor pertanian secara keseluruhan (Anita & Salawati, 2011). Agribisnis dikatakan terintegrasi atau terpadu apabila dalam subsistem agribisnis saling berkaitan satu sama lain. Mulai dari pengadaan sarana produksi, pemberdayaan, pengolahan komoditas sampai menjadi barang setengah jadi atau jadi, didukung oleh penunjang, hingga pemasaran ke berbagai daerah.
            Jamur merupakan salah satu jenis tanaman yang sangat bermanfaat jika dibudidayakan. Ada banyak jenis jamur di dunia, baik yang beracun atau tidak beracun. Namun yang dibudidayakan dalam hal ini adalah jamur tiram yang memiliki nama latin Pleurotus ostreatus. Beberapa hal yang membuat jamur sangat diminati oleh masyarakat, salah satunya jamur merupakan produk yang memiliki gizi yang tinggi. Kandungan protein yang tinggi pada jamur mampu mensubtitusi protein hewani yang memiliki kandungan zat-zat yang berpotensi menyembuhkan penyakit berbahaya seperti kanker, diabet, kolesterol, darah tinggi, dan sebagainya (Vivandri, 2010). Jamur tiram juga banyak dijadikan masyarakat sebagai hidangan makanan seperti oseng-oseng, sayur capjay, botok, cemilan jamur crispy, dan lain sebagainya. Selain harganya yang murah, rasanya juga cocok di lidah masyarakat Indonesia.
Peluang usaha budidaya jamur tiram di Indonesia masih sangat besar, sehingga keuntungan yang diraih juga besar. Omzet usaha jamur tiram bisa sampai puluhan juta perbulan. Tergantung banyaknya permintaan pasar juga. Banyak petani muda yang mulai merambah usaha jamur tiram, seperti salah satu petani muda di Jombang yang sedang menjalani bisnis jamur tiram yaitu Yoggo Setyono (28 tahun). Oleh karena itu, tujuan saya menulis laporan ini adalah untuk membahas usaha budidaya jamur tiram tersebut secara lebih mendalam.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam laporan ini adalah sebagai berikut.
1.     Apa saja tahapan-tahapan dalam budidaya jamur tiram?
2.     Bagaimana proses pembibitan, pembudidayaan, pengolahan, serta pendistribusian jamur tiram?
3.     Apa ada keterkaitannya antara subsistem satu dengan yang lainnya?

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai berikut.
  1. Mengetahui tahapan-tahapan dalam budidaya jamur tiram.
  2. Mengklasifikasikan setiap proses produksi jamur tiram ke dalam subsistem yang ada di agribisnis.
  3. Mengetahui keterkaitan dalam kegiatan produksi jamur tiram dengan subsistem yang ada di agribisnis.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Subsistem Hulu

               Subsistem hulu merupakan kegiatan untuk pengadaan sarana produksi yaitu mengadakan bahan, alat, bibit, dan mesin yang dibutuhkan dalam usahatani atau budidaya pertanian. Dalam usaha Home Industry pembudidayaan jamur tiram ini kegiatan-kegiatan yang mencakup subsistem hulu diantaranya sebagai berikut.
1. Lahan
Lahan yang digunakan adalah tempat yang tertutup atau lembab seperti rumah atau gubuk. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya jamur hidup pada lingkungan yang lembab, sehingga jamur bisa hidup dengan baik. Lahan yang disediakan pun harus mencukupi. Karena dalam budidaya jamur tiram dibutuhkan tempat juga untuk setiap prosesnya.
2.   Bibit
Bibit jamur tiram terdiri dari dua macam yaitu padi dan jagung. Dalam usaha ini pengadaan bibit jamur tiramnya menggunkan jenis padi. Menurut pemilik usaha budidaya jamur tiram ini, penggunaan bibit padi dinilai lebih efektif karena resiko kerusakan pada jamur yang dihasilkan lebih sedikit daripada bibit jagung.
3.   Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam budidaya jamur tiram adalah sekrup dalam proses pengadukan bahan-bahan, drum minyak untuk mengkukus bibit, rak jamur, selang air, cincin untuk penutup baglog, dan alat pres untuk baglog.

Selain beberapa hal di atas, juga terdapat pengadaan kalsium, tetes, serbuk kayu (grajen) sengon, dan air. Untuk lebih jelasnya berikut adalah proses awal budidaya jamur tiram yang diawali dengan pembuatan baglog (media jamur kayu).
·      Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah:
  1. Bibit
  2. Serbuk kayu (grajen) sengon
  3. Bekatul
  4. Kalsium
  5. Tetes (nutrisi jamur)
  6. Air
·      Cara pembuatan baglog adalah:
  1. aduk seluruh bahan sampai tercampur rata dengan takaran 40 kg serbuk kayu sengon,  15 kg bekatul, 1 kg  kalsium, 1 liter tetes, dan 70 liter air. Lingkungan atau tempat yang digunakan harus steril.
  2. Diamkan selama semalam dengan ditutup menggunakan terpal.
  3. Kemudian masukkan ke dalam plastik baglog dengan menggunakan alat pres plastik baglog dan ditutup dengan cincin penutup baglog.
  4. Kukus baglog selama 5 jam. Kemudian diamkan sampai dingin. Lalu, diberi bibit.
  5. Kemudian letakkan baglog tersebut ke dalam rak-rak tempat jamur tumbuh.

Setelah baglog diletakkan dalam rak-rak, tunggu selama 40 hari yang kemudian tumbuh bibit jamur tiram. Setelah akar jamur menyebar, tutup cincin baglog harus dibuka agar jamur dapat tumbuh keluar.

2.2   Subsistem On Farm (Budidaya)

Setelah pembuatan baglog, proses selanjutnya adalah budidaya jamur tiramnya. Seperti yang telah dijelaskan di atas, budidaya dilakukan di tempat yang tertutup karena untuk menjaga kelembapan udara. Selama proses budidaya hanya memantau keadaan sekitar dan melakukan penyiraman tanaman serta dasar lantainya. Pemantauan dilakukan jika ada hama yang menyerang seperti adanya tikus. Tikus akan banyak bermunculan saat proses pembibitan karena tercium bau bibit jamurnya. Saat itulah harus sering dilakukan pengecekan. Jika ada plastik baglog yang lubang, segera ditutup kembali dengan isolasi agar bibit jamur yang masih ada tetap bisa tumbuh.
Penyiraman secara normal dilakukan selama 3 kali yaitu pagi, siang, dan sore. Apabila cuaca sangat panas penyiraman dilakukan lebih sering untuk menjaga kelembapan udara. Apabila cuaca sedang hujan, tidak dilakukan penyiraman, bahkan diberikan penerangan lampu agar jamur tidak terlalu lembap sehingga terhindar dari kerusakan.

2.3    Subsistem Hilir Pengolahan

Jamur tiram yang sudah siap dipanen ditandai dengan menipisnya permukaan pinggir jamur, meskipun jamur masih berukuran kecil ataupun besar. Dalam usaha milik bapak Yoggo ini, jamur yang sudah dipanen ada yang dijual langsung dan ada yang diolah menjadi kripik atau yang sering dikenal dengan istilah jamur crispy. Berikut proses pengolahan jamur tiram menjadi jamur crispy.
a.   Setelah jamur dipetik, suwir-suwir atau potong kecil-kecil jamur sesuai selera
b.   Rendam jamur ke dalam air selama kurang lebih 15 menit (sebagai proses pencucian). Lalu tiriskan.
c.   Campurkan jamur dengan tepung yang sudah diberi bumbu.
d.   Goreng jamur yang sudah terbalut tepung, kemudian tiriskan dan diamkan selama kurang lebih semalam.
e.   Lalu goring kembali jamurnya
f.     Tiriskan dengan spinner untuk mengurangi atau menghilangkan kadar minyaknya.
g.   Jamur crispy siap dikemas. Untuk rasa selain original ditambahkan dengan bumbu serbuk sesuai rasa. Dalam home industry ini tersedia rasa original, balado, extra pedas, dan pedas manis.

2.4    Subsistem Hilir Pemasaran

Home industry milik bapak Yoggo ini memasarkan produk jamur tiramnya dalam dua bentuk, yaitu jamur yang masih mentah dan sudah diolah menjadi jamur crispy. Untuk produk jamur yang mentah dijual di pasar-pasar daerah sekitar, tengkulak-tengkulak dan juga langsung ke konsumen akhir. Pembelian jamur mentah bisa langsung mendatangi rumah pemilik juga bisa memesan yang kemudian dikirim ke rumah pemesan. Untuk pelanggan tetap atau tengkulak biasanya diberi harga Rp. 13.000 per kg dan untuk pembeli biasa dihargai Rp. 15.000 per kg.
Pemasaran jamur yang sudah diolah menjadi jamur crispy dilakukan secara langsung dan online. Secara langsung biasanya dijualkan atau dititipkan ke toko-toko dan dijual ke anak-anak SD. Sedangkan yang secara online sudah dipasarkan sampai wilayah Surabaya dan Lamongan. Jamur crispy dikemas dalam dua bentuk yaitu kemasan 150 gr dengan harga Rp. 10.000 dan kemasan 25 gr dengan harga Rp. 2.000 yang biasa dijual kepada anak-anak SD. Untuk pembelian online, pemilik memberi harga Rp.11.000 (pemesanan di atas 5 buah) dan Rp. 12.000 (pemesanan di bawah 5 buah).

2.5    Subsistem Penunjang

Selama bapak Yoggo menjalankan bisnisnya, beliau sendiri yang mengantar pesanan untuk dalam kota. Selain itu, untuk sampai ke tangan konsumen akhir juga melalui para tengkulak. Dalam memasarkan produknya, hanya sepeda motor dan alat komunikasi yang menjadi sarana penunjang usahanya. Untuk penjualan secara online ke luar kota, bapak Yoggo menggunakan jasa pengiriman paket untuk mempermudah produk sampai ke tangan konsumen.

2.6    Keterkaitan antara Subsistem Satu dengan Subsistem Lainnya

Usaha budidaya jamur tiram milik bapak Yoggo di Jombang menunjukkan contoh usaha agribisnis yang terintegrasi. Usaha ini terdapat kegiatan dari hulu sampai hilir yang dilakukan oleh pemilik usahanya sendiri, mulai dari kegiatan pengadaan bibit jamur tiram, alat-alat, dan bahan-bahan yang dibutuhkan, proses pembudidayaan jamur tiram, pengolahan jamur tiram menjadi jamur crispy, hingga kegiatan pemasaran yang dilakukan tersebut terjadi saling berkaitan atau berhubungan satu sama lain.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Suatu usaha dikatakan terintegrasi apabila usaha tersebut mencakup semua kegiatan dari subsistem hulu hingga hilir dan ada subsistem penunjangnya. Dalam hal ini, Home industry budidaya jamur tiram milik pak Yoggo termasuk suatu usaha yang terintegrasi karena mulai dari pengadaan bibit jamur tiram, budidaya tanaman jamur tiram, proses pengolahan menjadi jamur crispy, hingga dipasarkan berupa jamur tiram mentah dan jamur crispy tadi. Pemasaran tidak hanya dilakukan di dalam kota saja, namun ke luar kota juga dengan memakai jasa pengiriman paket barang. Usaha milik pak Yoggo sudah sukses di dalam kota dan sedang merambah ke luar kota.

3.2 Saran

            Dari contoh usaha home industry budidaya jamur tiram milik bapak Yoggo di Jombang di atas alangkah baiknya jika pemasaran tidak hanya dalam bentuk jamur crispy saja, melainkan ditambah dengan variasi lainnya seperti sosis jamur tiram, membuka rumah makan khusus olahan jamur, dan sebagainya. Hal itu bisa dilakukan untuk meningkatkan nilai jual jamur tiram agar lebih diminati oleh konsumen, juga disertai dengan penambahan tenaga kerja. Sehingga selain usaha tersebut bertambah keuntungannya juga menciptakan lapangan kerja bagi warga masyarakat sekitar yang belum mendapatkan pekerjaan.

DAFTAR PUSTAKA


Anita, A. S., & Salawati, U. (2011). Analisis Pendapatan Penerima Bantuan Langsung Masyarakat-Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan ( BLM-PUAP ) di Kabupaten Barito Kuala. Agribisnis Perdesaan, 1(4), 285–303.
Vivandri, O. (2010). STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA JAMUR TIRAM PUTIH PADA TRISNO INSAN MANDIRI MUSHROOM (TIMMUSH) DESA CIBUNTU KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR.


LAMPIRAN

Dokumentasi